Minggu, 29 Oktober 2017

Hakikat dan Majazi dalam al Qur'an


1.      A. Haqiqat
§  Pengertian
Haqiqat berasal dari bahasa arab yang berarti nyata, kenyataan atau asli. Haqiqat berasal dari kata haqq yaitu tetap. Haqiqat adalah sebuah kata yang mempunyai makna asli sebagaimana yang ditetapkan dalam al Qur’an atau

الحقيقة هي من حق شيئ
Haqiqat adalah sesuatu yang pasti atau sesuai dengan kenyataannya. Sedangkan menurut istilah :
الحقيقة هي اللفظ المستعمل فيما وضع له
Yang berarti lafadz yang digunakan pada asal katanya. Haqiqat juga merupakan kata yang digunakan sebagaimana pertama kali dipergunakan dalam konteks kebahasaan. Menurut Ibnu Subki menyatakan bahwa haqiqat adalah lafaz yang digunakan untuk apa lafaz itu ditentukan pada mulanya. Ibnu Qudamah mendefinisikannya sebagai lafaz yang digunakan untuk sasarannya semula. Sementara Al-Sarkhisi berpendapat bahwa hakikat adalah setiap lafaz yang ditentukan menurut asalnya untuk hal tertentu.
Berdasarkan beberapa istilah diatas, haqiqat adalah sebuah kata dalam ayat al-Qur’an yang digunakan seperti makna semulanya yang telah ditentukan, dan memiliki tujuan tertentu.
§  Ayat haqiqat dalam al Qur’an
Ayat pertama : Q.S. al Bayyinah : 7
žإِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَٰئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah Sebaik-baik makhluk (Q.S. al Bayyinah : 7)
Dalam Q.S. al Bayyinah ayat 7 menurut penulis merupakan salah satu kelompok atau bagian ayat haqiqat. Melihat redaksi ayatnya dapat diketahui bahwa karakter makhluk yang baik adalah makhluk yang mengimani Tuhannya sekaligus mengimbangi keimanannya dengan melakukan amal sholeh. Karena apabila salah satunya tidak dilakukan maka tidak memperoleh kesempurnaan akan keimanan seorang makhluk, karena wujud beriman tidak hanya hablum minallah tetapi, meliputi juga didalamnya hablum minannaas.
Ayat Kedua : Q.S. al Maidah : 6
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
6. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); usaplah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur (Q.S. al Maidah : 6)
Dari ayat tersebut dapat dipahami secara langsung dengan melihat bunyi redaksi ayat bahwa ayat tersebut merupakan petunjuk Allah tentang tata cara wudlu dan membersihkan diri. sebagaimana syariat yang kita ketahui dan kita lakukan adalah sesuai dengan redaksi ayat tersebut.
B.     Majazi
§  Pengertian
Majaz berasal dari kata jaza- yajuzu- jauzan dan jawazan yang berarti melewati, melebihi dan membolehkan. Majaz juga berarti metafora yaitu suatu ungkapan yang melebihi asal kata dengan perbandingan yang masuk akal untuk menyampaikan makna. Adapun majaz menurut istilah adalah kata atau ungkapan yang digunakan tidak sesuai dengan asal penggunaannya yang pertama, karena adanya indikasi yang menghalangi dinyatakan makna yang hakiki. Wahbah Syuhaily mendifinisikan majaz sebagai lafadz yang digunakan untuk arti lain yang bukan arti hakiki.
§  Ayat majaz dalam al Qur’an
Ayat pertama : Q.S ar Ra’d : 2
اللَّهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ۖ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ ۖ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ ۖ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى ۚ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ بِلِقَاءِ رَبِّكُمْ تُوقِنُونَ
Artinya : Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini Pertemuan (mu) dengan Tuhanmu (Q.S. ar Ra’d : 2)
Dalam ayat tersebut terdapat redaksi ayat yang memiliki majaz yaitu 3uqtGó$#§NèO   ĸöyèø9$# n?tã dan makna dari potongan ayat tersebut tidak haqiqi, banyaknya pendapat atau penafsiran terkait redaksi ayat tersebut sehingga sulit dipahami makannya secara literal.
Ayat Kedua : Q.S. at Takwir : 1
إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ
Artinya : Apabila matahari digulung (Q.S. at takwir : 1)
Ayat diatas memiliki makna majazi pada redaksi NuÈhqä. secara literal dapat dilihat bahwa akhir ayat tersebut memiliki makna majazi yang sulit dipahami makna “digulung” disini bermaksud apa dan digambarkan secara logis bagaimana. Oleh  karenanya, menurut penulis akhir ayat tersebut termasuk kedalam ayat majazi.
2.      A. Kinayah
§  Pengertian
Kinayah secara etimologis berasal dari kata bahasa arab الكناية, bentuk masdar (infinitif) dari kata كَنَى-يَكني-كِناية yang mempunyai arti bahasa: ) أن تتكلم بشيء وتريد غيرهkamu membicarakan tentang sesuatu, namun kamu menginginkan selain itu). Sedangkan secara terminologis :
الكنايةُ لفظٌ أطلق أريدَ به لازمُ معناهُ مع جوازِ إرادة معناه
Kinayah adalah suatu lafadz yang diungkapkan dengan menitikberatkan kepada makna seharusnya beserta membolehkan penyebutan makna aslinya.


§  Ayat Kinayah dalam al Qur’an
Ayat Pertama : Q.S. al Fathir : 41
إِنَّ اللَّهَ يُمْسِكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ أَنْ تَزُولَا ۚ وَلَئِنْ زَالَتَا إِنْ أَمْسَكَهُمَا مِنْ أَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ ۚ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا 
Artinya : Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.
Dari ayat diatas, pada awal redaksi ayat tertera mengenai kinayah tentang persediaan Allah swt untuk kelanggengan adanya langit dan bumi, seperti persediaan adanya daya listrik untuk kelanggengan adanya cahaya dalam lampu listrik, apabila persediaan daya listrik habis atau diputus maka tidak akan ada cahaya lampu listrik tersebut. contoh ayat tentang kinayah diatas merupakan contoh dari kinayah nisbah.
Ayat Kedua : Q.S. al Ahzab : 45-46

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ إِنَّآ أَرْسَلْنَٰكَ شَٰهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا وَدَاعِيًا إِلَى ٱللَّهِ بِإِذْنِهِۦ وَسِرَاجًا مُّنِيرًا (46)  (45) 
Artinya :  Hai Nabi, Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk Jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan (45). Dan untuk Jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk Jadi cahaya yang menerangi (46).
Melihat ayat diatas, ayat 45-46 merupakan salah satu ayat yang mempunyai makna Kinayah. Adapun jenis kinayah dalam surat tersebut adalah kinayah sifat yang dapat diketahui dari adanya penyebutan mausuf (yang disifati) dalam konteks kalimat, baik itu dari lafadznya atau ucapannya maupun dari dzahirnya.
B. Isti’arah
§  Pengertian
Isti’arah menurut bahasa adalah pinjaman. Sedangkan menurut istilah dalam ilmu balaghah adalah tasybih yang dibuang salah satu tharafnya, maka ‘alaqah pada isti’arah adalah musyabahah (unsur kesamaan) selamanya. Isti’arah merupakan bagian dari majaz. Dalam isti’arah terdapat peminjaman makna suatu kata dari makna aslinya (makna hakiki) kepada makna baru (makna majazi). Ada pengertian lain bahwa isti’arah adalah tasybih yang dibuang salah satu tharafnya, sehingga hubungan antara makna hakiki dan makna majazi selalu musyabahah (saling menyerupai).
§  Ayat Isti’arah dalam al Qur’an
Ayat Pertama : Q.S. Ibrahim : 1
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
Artinya: "Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji".
Lafadz الظلمات (kegelapan) dan النور (cahaya) di dalam ayat ini majaz bi al-isti'arah, dimana lafadz pertama di maksudkan untuk menunjukan الكفر )kekufuran) dan الجهل (kebodohan) terhadap kaidah keimanan dan pemahaman agama Islam, sedangkan lafadz kedua di maksudkan untuk menunjukan الإيمان (keimanan) dan العلم (kepintaran) dengan kaidah keimanan dan pemahamam agama islam. Hubungan antara الظلمات dengan الكفر dan الجهل, juga antara النور dengan الإيمان dan العلم ini adalah musyabahah (penyerupaan/kemiripan).
Ayat Kedua : Q.S al Ghafir : 13
هُوَ الَّذِيْ يُرِيْكُمْ اٰيٰتِهٖ وَيُنَزِّلُ لَكُمْ مِّنَ السَّمَاءِ رِزْقًا ۗ وَمَا يَتَذَكَّرُ إِلَّا مَنْ يُّنِيْبُ
13. Dia-lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki dari langit. dan Tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah).
Lafadz رزق (rizki) dalam ayat ini merupakan majaz dari lafadz مطر (hujan), karena air hujanlah yang turun dari langit dan yang menjadi sumber kehidupan bagi manusia serta penyebab berlangsungnya kehidupan, sehingga mereka bisa berusaha mencari rizki dari Allah. Dan hubungan antara رزق dengan مطر ini merupakan hubungan akibat-sebab, dimana rizki itu merupakan akibat yang di sebabkan oleh turunnya air.






4 komentar: