1.
A. Haqiqat
§ Pengertian
Haqiqat
berasal dari bahasa arab yang berarti nyata, kenyataan atau asli. Haqiqat
berasal dari kata haqq yaitu tetap. Haqiqat adalah sebuah kata yang
mempunyai makna asli sebagaimana yang ditetapkan dalam al Qur’an atau
الحقيقة
هي من حق شيئ
Haqiqat adalah sesuatu yang pasti atau sesuai
dengan kenyataannya. Sedangkan menurut istilah :
الحقيقة
هي اللفظ المستعمل فيما وضع له
Yang berarti lafadz yang digunakan
pada asal katanya. Haqiqat juga merupakan kata yang digunakan sebagaimana pertama kali dipergunakan dalam konteks
kebahasaan. Menurut Ibnu Subki menyatakan bahwa haqiqat adalah lafaz yang
digunakan untuk apa lafaz itu ditentukan pada mulanya. Ibnu Qudamah
mendefinisikannya sebagai lafaz yang digunakan untuk sasarannya semula.
Sementara Al-Sarkhisi berpendapat bahwa hakikat adalah setiap lafaz yang
ditentukan menurut asalnya untuk hal tertentu.
Berdasarkan beberapa istilah diatas, haqiqat adalah
sebuah kata dalam ayat al-Qur’an yang digunakan seperti makna semulanya yang
telah ditentukan, dan memiliki tujuan tertentu.
§ Ayat haqiqat dalam al Qur’an
Ayat pertama : Q.S. al
Bayyinah : 7
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَٰئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah Sebaik-baik makhluk (Q.S. al Bayyinah
: 7)
Dalam Q.S. al Bayyinah ayat
7 menurut penulis merupakan salah satu kelompok atau bagian ayat haqiqat.
Melihat redaksi ayatnya dapat diketahui bahwa karakter makhluk yang baik adalah
makhluk yang mengimani Tuhannya sekaligus mengimbangi keimanannya dengan
melakukan amal sholeh. Karena apabila salah satunya tidak dilakukan maka tidak
memperoleh kesempurnaan akan keimanan seorang makhluk, karena wujud beriman
tidak hanya hablum minallah tetapi, meliputi juga didalamnya hablum
minannaas.
Ayat Kedua : Q.S. al Maidah : 6
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ
إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى
الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ
مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ
أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا
طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ
اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ
لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ
6. Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau
dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan,
lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik
(bersih); usaplah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur (Q.S. al Maidah : 6)
Dari ayat tersebut dapat
dipahami secara langsung dengan melihat bunyi redaksi ayat bahwa ayat tersebut
merupakan petunjuk Allah tentang tata cara wudlu dan membersihkan diri.
sebagaimana syariat yang kita ketahui dan kita lakukan adalah sesuai dengan
redaksi ayat tersebut.
B. Majazi
§
Pengertian
Majaz berasal dari kata jaza-
yajuzu- jauzan dan jawazan yang berarti melewati, melebihi dan membolehkan.
Majaz juga berarti metafora yaitu suatu ungkapan yang melebihi asal kata dengan
perbandingan yang masuk akal untuk menyampaikan makna. Adapun majaz menurut
istilah adalah kata atau ungkapan yang digunakan tidak sesuai dengan asal
penggunaannya yang pertama, karena adanya indikasi yang menghalangi dinyatakan
makna yang hakiki. Wahbah Syuhaily mendifinisikan majaz sebagai lafadz yang
digunakan untuk arti lain yang bukan arti hakiki.
§
Ayat majaz dalam al Qur’an
Ayat pertama : Q.S ar Ra’d : 2
اللَّهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ۖ ثُمَّ
اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ ۖ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ ۖ كُلٌّ
يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى ۚ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ
لَعَلَّكُمْ بِلِقَاءِ رَبِّكُمْ تُوقِنُونَ
Artinya : Allah-lah yang meninggikan langit tanpa
tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arasy,
dan menundukkan matahari dan bulan. masing-masing beredar hingga waktu yang
ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini Pertemuan (mu) dengan Tuhanmu (Q.S. ar
Ra’d : 2)
Dalam ayat tersebut terdapat redaksi ayat yang memiliki
majaz yaitu 3uqtGó$#§NèO ĸöyèø9$# n?tã dan makna dari potongan ayat
tersebut tidak haqiqi, banyaknya pendapat atau penafsiran terkait redaksi ayat
tersebut sehingga sulit dipahami makannya secara literal.
Ayat Kedua : Q.S. at Takwir : 1
إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ
Artinya : Apabila matahari digulung (Q.S. at takwir :
1)
Ayat diatas memiliki makna
majazi pada redaksi NuÈhqä. secara literal dapat dilihat bahwa
akhir ayat tersebut memiliki makna majazi yang sulit dipahami makna “digulung”
disini bermaksud apa dan digambarkan secara logis bagaimana. Oleh karenanya, menurut penulis akhir ayat
tersebut termasuk kedalam ayat majazi.
2. A. Kinayah
§ Pengertian
Kinayah
secara etimologis berasal dari kata bahasa arab الكناية,
bentuk masdar (infinitif) dari kata كَنَى-يَكني-كِناية
yang mempunyai arti bahasa: ) أن تتكلم بشيء
وتريد غيرهkamu membicarakan tentang sesuatu, namun kamu menginginkan
selain itu). Sedangkan secara terminologis :
الكنايةُ لفظٌ
أطلق أريدَ به لازمُ معناهُ مع جوازِ إرادة معناه
Kinayah
adalah suatu lafadz yang diungkapkan dengan menitikberatkan kepada makna
seharusnya beserta membolehkan penyebutan makna aslinya.
§ Ayat Kinayah dalam al Qur’an
Ayat
Pertama : Q.S. al Fathir : 41
إِنَّ اللَّهَ يُمْسِكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ أَنْ تَزُولَا ۚ
وَلَئِنْ زَالَتَا إِنْ أَمْسَكَهُمَا مِنْ أَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ ۚ إِنَّهُ
كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
Artinya : Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan
lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorangpun yang
dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun
lagi Maha Pengampun.
Dari ayat diatas, pada awal redaksi ayat
tertera mengenai kinayah tentang persediaan Allah swt untuk
kelanggengan adanya langit dan bumi, seperti persediaan adanya daya listrik
untuk kelanggengan adanya cahaya dalam lampu listrik, apabila persediaan daya
listrik habis atau diputus maka tidak akan ada cahaya lampu listrik tersebut.
contoh ayat tentang kinayah diatas merupakan contoh dari kinayah nisbah.
Ayat Kedua
: Q.S. al Ahzab : 45-46
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ إِنَّآ أَرْسَلْنَٰكَ شَٰهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا وَدَاعِيًا إِلَى ٱللَّهِ بِإِذْنِهِۦ وَسِرَاجًا مُّنِيرًا (46) (45)
Artinya : Hai Nabi, Sesungguhnya
Kami mengutusmu untuk Jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi
peringatan (45). Dan untuk Jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan
untuk Jadi cahaya yang menerangi (46).
Melihat ayat diatas, ayat 45-46 merupakan salah satu ayat
yang mempunyai makna Kinayah. Adapun jenis kinayah dalam surat tersebut adalah
kinayah sifat yang dapat diketahui dari adanya penyebutan mausuf (yang
disifati) dalam konteks kalimat, baik itu dari lafadznya atau ucapannya maupun
dari dzahirnya.
B.
Isti’arah
§ Pengertian
Isti’arah menurut bahasa adalah pinjaman. Sedangkan menurut istilah dalam
ilmu balaghah adalah tasybih yang dibuang salah satu tharafnya,
maka ‘alaqah pada isti’arah adalah musyabahah (unsur kesamaan) selamanya.
Isti’arah merupakan bagian dari majaz. Dalam isti’arah terdapat peminjaman
makna suatu kata dari makna aslinya (makna hakiki) kepada makna baru (makna
majazi). Ada pengertian lain bahwa isti’arah adalah tasybih yang dibuang
salah satu tharafnya, sehingga hubungan antara makna hakiki dan makna
majazi selalu musyabahah (saling menyerupai).
§ Ayat Isti’arah dalam al Qur’an
Ayat
Pertama : Q.S. Ibrahim : 1
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ
مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ
الْحَمِيدِ
Artinya: "Kitab yang Kami
turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada
cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan
Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji".
Lafadz الظلمات
(kegelapan) dan النور (cahaya) di dalam
ayat ini majaz bi al-isti'arah, dimana lafadz pertama di maksudkan untuk
menunjukan الكفر )kekufuran) dan الجهل
(kebodohan) terhadap kaidah keimanan dan pemahaman agama Islam, sedangkan
lafadz kedua di maksudkan untuk menunjukan الإيمان
(keimanan) dan العلم (kepintaran) dengan
kaidah keimanan dan pemahamam agama islam. Hubungan antara الظلمات dengan الكفر dan الجهل, juga antara النور
dengan الإيمان dan العلم ini adalah musyabahah (penyerupaan/kemiripan).
Ayat Kedua :
Q.S al Ghafir : 13
هُوَ الَّذِيْ يُرِيْكُمْ اٰيٰتِهٖ وَيُنَزِّلُ لَكُمْ مِّنَ السَّمَاءِ رِزْقًا ۗ وَمَا يَتَذَكَّرُ إِلَّا مَنْ يُّنِيْبُ
13.
Dia-lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan
untukmu rezki dari langit. dan Tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang
yang kembali (kepada Allah).
Lafadz رزق
(rizki) dalam ayat ini merupakan majaz dari lafadz مطر
(hujan), karena air hujanlah yang turun dari langit dan yang menjadi sumber
kehidupan bagi manusia serta penyebab berlangsungnya kehidupan, sehingga mereka
bisa berusaha mencari rizki dari Allah. Dan hubungan antara رزق dengan مطر ini merupakan
hubungan akibat-sebab, dimana rizki itu merupakan akibat yang di sebabkan oleh
turunnya air.
gambarnya bikin pusing baca :(
BalasHapusGak jelas
BalasHapusKebahagiaan menurut majazi apa?
BalasHapusMakasih. Sangat membantu. Saran: tolong background tulisannya diganti, spy bacanya tidak pusing.
BalasHapus