Minggu, 29 Oktober 2017

Khitan Perempuan

A. Pengertian dan Sejarah Khitan
1.      Pengertian Khitan
Menurut bahasa, khitan berasal dari kata Khatana-yakhtunu-khatan yang berarti “memotong”, sedangkan istilah khitan dalam bahasa arab adalah bagian kemaluan laki-laki  atau perempuan yang dipotong (bagian yang dikhitan).[1]
Sedangkan bagi perempuan lebih dikenal dengan istilah khafd . Ada juga yang berpendapat bahwa istilah khatn berlaku bagi laki-laki dan perempuan. Arti khitan yang sebenarnya adalah nama bagian kulit yang tersisa setelah dipotong.
Selain itu, TM. Hasbi Ash Shidqy dalam bukunya ‘2002 Mutiara Hadis’ mengemukakan bahwa khitan yaitu memotong kuluf yang menutupi kasyafah dzakar dari orang laki-laki dan memotong sebagian kulit yang terletak diatas kemaluan wanita yang keadaannya seperti lembing ayam jantan.[2]
Jadi, yang dimaksud dengan khitan bagi perempuan yaitu memotong sebagian daging kecil yang ada disamping farji yang dinamakan ‘bizir’; kadar berdarah, dari alat clitorisya.
2.      Sejarah singkat Khitan
Sejarah tentang khitan dapat kita ketahui melalui sebuah hadis yang menerangkan tentang perintah khitan, yang artinya “dari abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda “Ibrahim Khalilullah berkhitan sesudah mencapa usia 80 tahun, dan berkhitan dengan beliung”. (HR. Ahmad, Bukhari,  dan Muslim,hanya imam Muslim yang tidak menyebut umur.
Nabi Ibrahim tentu tidak akan melakukan berkhitan dengan usia yang begitu lanjut jika hal itu bukan merupakan perintah Allah. Khitan adalah sebaik-baik yang Allah SWT perintahkan kepada hambaNya karena mengandung hal yang sangat baik dalam bidang lahir dan bathin.
Khitan merupakan pelengkap fitrah yang diciptakan Allah SWT untuk manusia, sedangkan agama yang sempurna adalah agama Nabi Ibrahim dan Rasulullah SAW yang mendapat perintah untuk mengikuti agama Nabi Ibrahim hal ini dinyatakan dalam Q.S. an Nahl: 123. Kemudian dalam QS. Al baqarah ayat 124 diterangkan yang salah satunya disebutkan bahwa Allah SWT akan memberikan tanda khusus kepada Nabi Ibrahim. Adapun tanda khusus tersebut ialah berupa dikhitannya setiap anak mereka yang lahr sebagai indikator masuknya seorang kedalam agama Nasrani.
Selain itu diriwayatkan dalam hadis yang membahas tentang khifad (khitan untuk wanita). Bersumber dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Ummu Athiyah, orang yang biasa mengkhitan anak perempuan di Madinah yang artinya : “ Apabila kamu mengkhifad, janganlah berlebihan karena yang tidak berlebihan itu akan menambah cantik wajah dan menambah kenikmatan dalam berhubungan dengan suami. (HR. Thabrani).
Jadi sejarah tentang khitan, bermula dari perintah Allah yang diberikan kepada Nabi Ibrahim yang kemudian diikuti oleh keturunannya dan  pada akhirnya diikuti oleh nabi Muhammad SAW beserta umatnya.


B.  Pendapat Ulama Mengenai Khitan Bagi Perempuan
            Khitan secara umum merupakan salah satu sunnah fitrah yang dianjurkan oleh Rasulullah Saw. Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Raulullah Saw bersabda, “Lima perkara termasuk fitrah, istihdad (mencukur bulu kemaluan, khitan, memendekkan kumis, mencabut bulu ketiak, dan memotong kuku.” (HR. Jamaah). Maksud dari hadis tersebut adalah semua perkara ini dikerjakan maka pelakunya akan mendapat fitrah yang telah ditetapkan oleh Allah kepada hamba-Nya sehingga khitan termasuk dianjurkan agar mendaptkan sifat yang paling sempurna dan pribadi yang mulia.[3]
Selanjutnya khitan bagi wanita adalah memotong kulit pada bagian atas kemaluan wanita di atas lubang kemaluan seperti biji atau jengger ayam, yang wajib dipotong adalah kulit bagian atas tidak dihabiskan.[4]
Adapun pendapat para ulama terkait khitan bagi perempuan ini ada tiga pendapat, yaitu:
1.      Khitan Bagi Perempuan Hukumnya Wajib
Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Syafi’i, Imam Hambali dan al-‘Atarah serta sebagian ulama berpendapat bahwa khitan wajib bagi laki-laki dan perempuan.[5]Kalangan yang mewajibkan adanya khitan bagi perempuan ini berpegang pada hadis Nabi Muhammad SAW yang artinya :“Apabila bertemunya dua bagian yang di khitan, maka wajib atasnya mandi” (HR. Ibnu Majah). Menurut mereka adanya dalil ini mengindikasikan bahwa pada zaman dahulu wanita telah berkhitan. Bahkan ada yag berkata “Seorang laki-laki diperbolehkan memaksa istrinya untuk berkhitan seperti halnya memaksanya untuk mengerjakan sholat”.
Selain itu, mereka juga berpedoman hadis riwayat Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang masuk islam hendaklah ia berkhitan”. Namun dalil ini dibantah oleh Ibnu Mundzir bahwa dalam Bab Khitan tidak ada satu pun hadis yang bisa dirujuk atau sunnah yang dapat diikuti.[6]
2.      Khitan Bagi Perempuan Hukumnya Sunnah
Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Malik, Abu Hanifah dan al-Murtadha serta sebagian besar ahli ilmu berpendapat bahwa khitan sunnah bagi laki-laki dan perempuan.
Kalangan yang mensunnahkan adanya khitan bagi perempuan ini berpegang pada hadis riwayat Ahmad dan Baihaqi dari hadis Hajjat bin Arthah bahwa Rasulullah bersabda, “Khitan adalah sunnah bagi kaum laki-laki dan kemuliaan bagi wanita”. [7]
Sedangkan Imam Malik sendiri berpendapat bahwa “Barang siapa belum berkhitan, maka tidak boleh menjadi Imam dan tidak boleh memberikan kesaksian”. Namun ungkapan tersebut hanya sebagai penekanan semata[8]
Menurut As Subky engarang ad Diin al Khalish: “yang benar memang tak ada dalil sah yang menunjukkan bahwa khitan itu wajib. Dan yang meyakinkan hanyalah bahwa khitan itu sunnah, sebagaimana yang yang tercantum dalam hadis mengenai “lima perkara fitrah”. Sedang yang wajib kita lakukan adalah melaksanakan perbuatan yang sesuai dengan keyakinan, kecuali ada dalil yang mengatakan lain[9]. 
3.      Khitan Kemuliaan bagi Wanita
Pendapat ini dikemukakan oleh ulama Hanabilah berpendapat bahwa khitan wajib bagi kaum laki-laki, dan kemuliaan bagi wanita dan tidak wajib atas wanita.
Kalangan ini berpegang pada hadis riwayat Abu Hurairah yang dipakai kelompok pertama yang mewajibkan berkhitan bagi laki-laki, semantara bagi perempuan mereka berpegang pada hadis kelompok kedua riwayat Ahmad di mana khitan merupakan kemuliaan bagi wanita.[10]
C. Hikmah Khitan
            Dalam rangka memelihara diri dari kecenderungan maksiat farji, maka salah satu cara yang baik adalah dengan khitan terutama khitan wanita. Sebagaimana yang kita ketahui , bahwa farji adalah suatu alat fital yang amat sulit untuk dikendalikan bagi orang yang sudah gila nafsu birahinya. Sehingga cara yang paling teat untuk memelihara farjji adalah dengan jalan khitan. Adapun hikmah khitan antara lain :
1.      Dalam kitab “Ahkam al Nisa”al jauzy mengatakan bahwa dimaksudkannya khitan bagi perempuan adalah untuk mengurangi syahwatnya agar menjadi seimbang dan tidak mudah melakukan perzinaan.  Disamping itu, khifad bisa menjadikan wajah lebih ceria dan lebih disayang suami. [11]
2.      Menurut Dr. Ali Akbar, wanita yang tidak berkhitan dapat menimbulkan penyakit bagi suami bila bersetubuh karena kelentitnya mengeluarkan ‘smegme’ yang berbau busuk, dan dapat menjadi perangsang timbulnya kanker pada dzakar lelaki dan kanker rahim wanita. [12]




[1] Muhammad Idris abd al rauf al Marbawy, Kamus Idris al Marbawy, (Mesir :Dar al ‘Ulm, tt), hlm. 164
[2] T.M. hasbi Asy-syidqiey, 2002 Mutiara Hadis, ( Jakarta : Bulan Bintang, 1975), hlm. 58-59
[3] Nail al-Authar, jld. 1, hlm. 13.
t[4] Su’ad Ibrahim Shalih, Fiqh Ibadah Wanita, (Jakarta:Amzah, 2011), terj. Nadirsah Hawari, hlm. 147
[5] Ibid.
[6] Ibid. hlm. 148
[7] Ibid.
[8] Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiih Wanita, ( Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2007), hlm. 485
[9] Ibrahim Muhammad al jamal, penerj. Anshori Umar Sitanggal, Fiqih Wanita, (Semarang : CV. Asy-Syifa, 1981), hlm. 95
[10] Ibid.
[11] Al Jauzy, Ahkam, 13
[12] M. Ali hasan, Masail fiqhiyah al Hadisah : Masalah Kontemporer Hukum Islam, (Jakarta: Raja Grafindo,1998), 183 dalam Khitan Wanita dan Prostitusi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar